Harapan itu seperti cahaya di kegelapan,
memberikan berbagai arah untuk melangkah,
dengan harapan kita tak lagi jadi daun rapuh yang jatuh ke tanah dan linglung mencari rumah.
Mungkin sebab itulah yang menjadikan ku lelaki dengan penuh impian dan imajinasi.
impian akan hari esok yang jauh lebih baik dari sekarang, dan hari sekarang yang jauh lebih baik dari kemarin.
Dengan impian-impian itulah diriku terbentuk, tanpa harus menjadikan impian itu hanya jadi imajinasi.
Maka aku mulai dengan melakukan pertanyaan kecil di kepala, membiarkan pertanyaan itu tercipta.
Pertanyaan semisal, bagaimana aku menggapainya , bagaimana aku memilikinya ? langkah pertama apa yang mesti dilakukan untuk menggapainya ?
Lalu menyusun rencana-rencana di otak, menggoreskan segala macam cara untuk menghadapi setiap kemungkinan – baik atau buruk, disinilah aku mulai bermain dengan pertimbangan pertimbangan pada keberhasilan dan kegagalan, aku tak mau impian tentang keberhasilan membutakan, dan kegagalan menjadikan ku manusia pesimis.
Setelah itu mulailah raga bergerak, siap dengan jari yang mengepal, meninju karang dengan garang, tak takut lelah dan tak mau menyerah. Jika, memang ternyata kegagalan ada di depan, itu tak menjadikan ku manusia kalah karena yang jadi masalah adalah bagaimana aku berdiri lagi, bermimpi lagi dan menciptakan imajinasi lagi. Bagi ku jika berusaha maka akan selalu ada hasilnya, meskipun begitu tetap saja setiap kali berusaha untuk menggapainya selalu ada bisikan syetan yang berhasil hinggap. Aku yang kalah, aku terperdaya rasa ,,yang ternyata tak bisa melesat cepat membawa rasa ini untuk menggapainya.
Engkau yang berjuluk wanita cantik penuh keanggunan, menawan hatiku di buai pesonamu. Hingga setiap lepas pandang yang melesat adalah detail indah dari sketsa hati dan Membawa rasa ini dalam setiap malam, untuk hati yang kini telah kehilangkan kesucianya seiring hadirnya wujud sempurna bayangmu di setiap angan. Aku yang kini terpedaya rasa mengelola setiap jatah takdir dari galau yang kadang tak beralasan, dari sisa muhasabah yang sering meinggalkan jejak penyesalan. Memungut kepingan – kepingan laku diri yang terhempas di pelataran jiwa. Membingkai secuil asa dari rajutan niat yang sering merenggangkan jejaring yang mengfilter penyakit hati. Membidik rasa dalam kesempatan. YA memang , Aku yang kalah, aku yang kini terperdaya rasa… Aku! yang ternyata tak bisa melesat cepat membawa rasa ini, hingga syetan berhasil hinggap. “Ketika prasasti sering hadir di pelupuk mata Ketika derap langkahya menggetarkan jiwa"
Comments
Post a Comment