Kemarin aku mencari tahu tentangmu dari mana saja, memperhatikan langkahmu dari
jauh, mengamati gerakan bibirmu
ketika sedang berbicara, membedakan mata ketika mengenakan kacamata dan
sesekali ketika kamu melepaskannya, juga menyenangkan menebak warna baju
apa yang akan kamu kenakan ke kantor selanjutnya.
Aku tahu namamu,
tanggal lahir, dan mungkin hal-hal sepele yang tidak penting untuk kamu
ketahui seperti bagaimana aku mengamatimu berinteraksi dengan kawan-kawanmu
Sesekali, waktu memberiku kesempatan untuk melihatmu dari dekat, tepat di depanku,
"Ada kau di depanku"
Kau manis, kata hatiku
"Ada kau di depanku"
Tersenyum membalas sapaku
Kau manis, kata hatiku
"Ada kau di depanku"
Kau memang manis, kata hatiku
tapi justru di saat seperti itu aku tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya
mengendalikan perasaanku yang terlalu senang, menyembunyikannya
baik-baik, dan terjebak dalam satu ruang halusinasi.
di satu sisi semoga waktu cepat berlalu dan di sisi lain biarkanlah kamu tetap di depanku. Hanya mampu diam dalam kebisuan,
menjadi teman tak bernama, mengagumi dari jauh, melihat dari belakang. Sungguhpun begitu, ada yang tak bisa terhapus di situ. Wajahmu!
Ya, akan ada waktu yang panjang untuk bisa mengagumimu dari
dekat meski tak memandangmu dengan lekat. Hanya waktu yang bisa menafsirkan dan menyimpulkannya. Hari
ini aku ingin melihatmu, dalam rupa dan kekaguman yang sama tanpa
takaran yang dikurangi atau dilebihkan.
Aku masih tetap menelusuri lorong waktuku sendiri untuk tetap menemukan hatimu, hari ini, esok, dan
kemudian hari. Mungkin saja di sebuah tempat yang manis, yang ku
sebut-sebut beberapa kali, sebuah beranda teras BENGAWAN 81.
Engkau yang berjuluk wanita cantik penuh keanggunan, menawan hatiku di buai pesonamu. Hingga setiap lepas pandang yang melesat adalah detail indah dari sketsa hati dan Membawa rasa ini dalam setiap malam, untuk hati yang kini telah kehilangkan kesucianya seiring hadirnya wujud sempurna bayangmu di setiap angan. Aku yang kini terpedaya rasa mengelola setiap jatah takdir dari galau yang kadang tak beralasan, dari sisa muhasabah yang sering meinggalkan jejak penyesalan. Memungut kepingan – kepingan laku diri yang terhempas di pelataran jiwa. Membingkai secuil asa dari rajutan niat yang sering merenggangkan jejaring yang mengfilter penyakit hati. Membidik rasa dalam kesempatan. YA memang , Aku yang kalah, aku yang kini terperdaya rasa… Aku! yang ternyata tak bisa melesat cepat membawa rasa ini, hingga syetan berhasil hinggap. “Ketika prasasti sering hadir di pelupuk mata Ketika derap langkahya menggetarkan jiwa"
Comments
Post a Comment